Selasa, 10 Februari 2009

Artikel Tokoh Islam :

IBNU TAIMIYAH (Tanpa Jabatan, Tanpa Harta, Mrski Telah Tiada, Peninggalannya Masih Hidup Sepanjang Masa)
Kamis, 30 Oktober 08

Adakah orang yang begitu gandrung dengan pengetahuan, cenderung kepada ilmu dan suka memperdalamnya tidak mengenal tokoh bernama Ibn Taimiah? Sesungguhnya langkah, ketinggian dan kemuliaan kedudukan Ibn Taimiah telah mencapai suatu derajat di mana ia tidak memerlukan lagi gelar ‘syaikh (tuan guru),’ ‘Alim,’ ‘Imam,’ dan ‘Mujaddid.’ Justeru namanya yang paling bagus hanyalah Ibn Taimiah.!!

Sebagian negeri hidup selama 5 abad, kemudian pudar dan hilang tanpa bekas dan tanda. Sebaliknya, si genius nan mengagumkan ini justeru tetap eksis dan abadi dalam ‘memori’ zaman dan ‘hati’ masa. Kisah unik yang tersimpan untuk para generasi, dilantunkan secara berulang oleh lisan dan didesiskan oleh bibir.

Para sultan, menteri, orang kaya dan penyair hidup, kemudian mati lalu mati pula peninggalan-peninggalannya. Sementara Ibn Taimyiah Hidup tanpa imarah (kekuasaan), Wizarah (jabatan menteri) dan Tijarah (bisnis) namun ia tetap eksis bersama kita dan para generasi setelah kita, hidup dalam nurani, kukuh dalam jiwa, hadir dalam pengajian-pengajian, klub-klub ilmiah, lembaga-lembaga ma’rifah dan panggung kebudayaan.

Ibn Taimiah memiliki untaian-untaian kata yang dapat memukau banyak akal manusia. Ia memiliki ungkapan-ungkapan yang menawan dan mengesankan, di mana dapat diketahui bahwa ia milik Ibn Taimiah melalui analisis mendalam. Siapa saja yang mengarungi buku-bukunya, membaca risalah-risalahnya dan menyelami ilmunya, maka pasti akan dapat merekam istilah-istilah, kalimat-kalimat dan kata-kata seakan-akan ia merupakan perumpamaan-perumpamaan yang dibuat para penyair, atau sebagai Syawahid (dalil penguat) oleh para ahli balaghah. Di antara untaian-untaian kata itu adalah:

1. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan maksiat melarang hati mengembara di ‘lapangan luas’ tauhid.

2. Tidak ada seorang pun di dunia ini selalu bersama kebenaran di mana pun ia berada kecuali Muhammad saw.

3. Antara orang fakir dan kaya; yang paling utama di antara keduanya adalah yang paling bertakwa di sisi Allah swt.

4. Setiap hati yang tidak berpetunjuk dengan petunjuk agama ini, maka ia adalah hati yang dimurkai.

5. Andaikata para penguasa dan pemilik harta mengetahui kenikmatan yang kita rasakan (yakni kenikmatan taat kepada Allah dan ibadah), maka pastilah mereka akan memerangi kita dengan pedang.

6. Sesungguhnya Allah akan menolong negeri kafir yang adil dan mengalahkan negeri Muslim yang zhalim.

7. Tahanan adalah orang yang menahan hatinya dari Rabbnya dan tawanan adalah orang yang ditawan oleh hawa nafsunya.

8. Kebebasan adalah kebebasan hati, dan peribadahan (penghambaan) adalah penghambaan hati.

9. Seseorang tidak dikatakan hamba hingga ia merdeka (bebas) dari apa yang selain Allah swt.

10. Sesungguhnya di dunia terdapat surga, yang barangsiapa tidak memasukinya, ia tidak akan masuk surga akhirat.

11. Apa yang telah diperbuat oleh musuh-musuhku? Aku adalah surgaku dan kebunku ada di dalam dadaku; ke mana saja aku pergi, ia bersamaku, tidak berpisah denganku. Penahanan terhadapku adalah khalwat (penyendirian), pembunuhan terhadapku adalah syahadah (mati syahid), dan pengusiran terhadapku dari negeriku adalah pelesiran (piknik).

12. Sesungguhnya keadilan itu adalah wajib bagi setiap orang atas setiap orang, dalam kondisi apa pun, sedangkan kezhaliman adalah diharamkan secara mutlak, tidak dibolehkan sama sekali, dalam kondisi apa pun.

13. Sesungguhnya si zhalim berbuat zhalim, lantas manusia diuji dengan suatu fitnah yang dapat menimpa orang yang tidak berbuat zhalim, sehingga ketika itu ia tak berdaya untuk menolaknya. Berbeda dengan bila si zhalim telah dicegah dari permulaan, maka akan hilang pula sebab timbulnya fitnah itu.

14. Dengan kesabaran dan keyakinan akan diraih kepemimpinan dalam agama berdasarkan firman Allah swt, “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (as-Sajdah:24)

15. Pondasi agama adalah kitab yang memberi petunjuk dan pedang penolong. Dan cukuplah Rabbmu sebagai Pemberi Petunjuk dan Penolong.!

16. Jihad adalah setiap perbuatan yang menggiring kepada kebaikan, sedangkan perang merupakan salah satu dari elemen jihad.

17. Sesungguhnya perasaanku berhenti pada suatu masalah, lalu aku memohon ampun kepada Allah seribu kali, kurang atau lebih, baik itu di masjid, sekolah atau di pasar hingga terbuka apa yang sebelumnya tertutup atasku.

18. Sebagian manusia ada orang yang bila mencintai seseorang, ia mengesampingkan seluruh kesalahan-kesalahannya. Dan ada pula manusia, yang bila membenci seseorang, maka ia mengesampingkan seluruh kebaikan-kebaikannya.

(SUMBER: artikel berjudul, Ibn Taimiah al-Mulham, ‘Asya Bila Imarah, Wa La Wizarah, Wa La Tijarah) AHS
Artikel Hadits :

Perintah Mentaati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam Dan Larangan Menyelisihinya
Rabu, 04 Februari 09


عن أبي هريرة رضي الله عنه قا ل سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : ما نهيتكم عنه , فاجتنبوه , وما أمرتكم به فأ توا منه ما ا ستطعتم, فإ نما أهلك
الذين من قبلكم كثرة مسا ئلهم و اختلا فهم علي أنبياءهم . رواه البخا ري و مسلم


Artinya: Dari Abi Hurairah ra dia berkata:Rasulullah shallahu ‘alaihi wa salam bersabda, ” Apa-apa yang aku larang dari padanya, maka jauhilah dan apa-apa yang aku perintahkan dengannya maka kerjakanlah sekemampuan kalian, maka sesungguhnya yang mencelakakn kaum sebelum kalian hanyalah banyak bertanya dan penelisihan mereka terhadap para Nabi-nabinya (HR.al-Bukhari dan Muslim)

Takhrij hadits:

Haditt ini diriwayatkan al-Bukhari no.7288 dan Muslim no.1337 hal.1831, serta Ahmad 2/258,328,517 dan an-Nasai 5/110-111 dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban (18)-(21) (lihat Jamiu’ulum walhikam dengan tahqiq Syu’aib al-Arnauth dan Ibrahim Bajis hal 238, terbitan:Muasasah ar-risalah cet.3 tahun 1412 H-1991 M.)

Syarh Hadits:

Berkata Ibnu Rajab al-Hanbali,” hadits dengan lafazh seperti ini dekeluarkan oleh Muslim dari riwayat az-Zuhri dari Sa’id Bin musayyab dan Abi Salamah keduanya Dari Abi Hurairah, dan keduanya mengeluarkan Haditt ini dari Riwayat Abi az-Zinad dari al-A’raj dari Abi Hurairah dari Nabi Shallahu ‘alaihi wa salam beliau bersabda,”

دعو ني ما تركتكم , إنما أهلك الذين من كا ن قبلكم سؤ الهم و اختلا فهم على أنبياءهم , فإ ذا نهيتكم عن شيئ ,
فا جتنبوه, فإ ذا أمرتكم بأمر فأتوامنه ما استطعتم


“Biarkanlah apa yang aku tinggalkan kapada kalian, sesungguhnya yang mencelakan orang-orang sebelum kalian hanyalah (banyak) bertanya dan penyelisihan mereka terhadap para Nabinya.” Hadits ini dikeluarkan oleh Muslim dari dua jalur yang lain dari Abu Hurairah dengan Maknanya.

Dan dalam riwayat yang lain masih darinya, disebutkan sebab hadits ini, dari riwayat Muhammad bin Ziyad dari Abu Hurairah dia berkata,” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam pernah berkhutbah kepada kami kemudian beliau bersabda, :

يأيها الناس قد فرض الله عليكم الحج فحجوا فقال رجل أ كل عام يا رسول الله؟فسكت حتى قالها ثلاثا , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لو قلت نعم,لوجبت,لما استطعثم ثم قال : ذروني ما تركتم,فإ نما أهلك من كان قبلكم بسؤالهم واختلافهم على أنبياءهم,فإذا أمرتكم بشيء, فأتوا منه ما اسطعتم, وإذا نهيتكم عن شيء ,فدعوه

“Wahai sekalian manusia sungguh Allah telah mewajibkan haji kepada kalian maka berhajilah kalian, kemudaian seorang laki-laki bertanya, “Apakah tiap tahun wahai Rasulullah ? kemudian Rasulullah shallahu ‘alaihi wa salam diam sampai orang tersebut mengucapkan tiga kali, terus Rasulullah shallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Jika seandainya aku katakan ya! Tentu akan wajib, dan kalian tidak akan sanggup kemudian beliau bersabda, ”Biarkan apa yang aku tinggalkan kepada kalian, maka sesungguhnaya umat sebelum kalian dicelakakan hanyalah karena banyak bertanya dan menyelisihi para Nabinya, maka apabila aku memerintah kan kepada kelian sesuatu kerjakanlah semampunya dan apabila aku melarang kalian dari sesuatu maka tinnggalkanlah (HR.Muslim no. 1337)

Dan hadits ini di keluarkan ad-Daruqutni dari jalur lain secara ringkas maka di dalamnya ada lafazh:

فنزل قوله تعالى :يأيها الذين ءا منوا لا تسألواعن أشياء إن تبد لكم تسؤكم...

Artinya:
Kemudian turunlah ayat Yang artintnya, “ wahai orang-orang beriman, janganlah kamu menayakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya akan menyusahkan kamu..”(QS.al-Maidah:101).

Berkata Ibnu Rajab, ” maka hadits-hadits ini menunjukan atas larangan bertanya tentang hal-hal yang tidak penting yang jawabannya akan menyusahkan penanya seperti pertanyaan orang apakah dia di neraka atau di surga?, dan hadist-hadist ini menunjukan atas larangan pertanyaan yang sipatnya ta’annut (ingin menyulitkan dan menginkari) dan yang sipatnya sia-sia serta mengejek sebagai mana yang biasa dilakukan kebanyakan orang-orang Munafiq dan selainya .

Dan yang lebih dekat dari hal itu bertanya tentang ayat-ayat dan memberikan kritikan yang sifatnya ingin menginkari, sebagaimana pertanya yang di lontarka orang-orang musyrik dan ahli kitab, dan telah berkata ‘Ikrimah dan selainya sesunnguhnya ayat ini turun berkaitan dengan hal tersebut.

Dan yang lebih dekat lagi dari tersebut pertanyaan tentang hal-hal yang Allah sembunyikan yang allah tidak menampaknya kepada siapapun seperti tentang kapan terjadinya kiamat dan tentang ruh.

Hadits-hadits ini menunjukan atas larang bagi kaum muslimin untuk banyak bertanya dalam banyak perkara halal atau haram dimana soal ini akan menyebabkan turunnya kesulitan di dalamnya seperti pertanya an apakah haji diwajibkan tiap tahun?(hal ini apabila wahyu masih turun dan turunya wahyu telah telah terhenti-red).

Nabi shalallahu ‘alihi wa salam tidak memberikan keringanan dalam maslah larangan bayak bertanya kecuali kepada orang-orang ‘Arab baduy dan yang semisalnya dari para utusan-utusan yang datang kepadanya untuk mengikat hati mereka adapapun kaum muhajirin dan anshar yang mereka tinggal di madinah, yg keimanannya sudah tertancap dalam dalam hati-hati mereka maka mereka di larang dari banyak pertanyaan sebagaimana dalam Shahih Muslim dari an-Nawas bin sam’an dia berkata, “saya tinggal bersama Rasulullah shallahu ‘alaihi wa salam di Madinah tidak ada yang menghalangiku dari hijrah kecuali pertanyan, pada waktu itu salah seoang dari kami apabila hijrah tidak bertanya kepada Nabi shallahu ‘alaihi wa salam.

Dan masih di dalam riwayat Muslim dari Anas dia berkata, “kami dilarang untuk bertanya tentang sesuatu kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wa salam, maka ketika itu kami berharap seseorang yang berakal dari baduy datang, kemudian bertanya kepada Beliau sedangkan kami akan mendengarkanya.

Sungguh para sahabat kadang-kadang dahulu bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam tentang hukum perkara-perkara sebelum terjadinya akan tetapi mereka bertujuan dengan hal tersebut untuk mengamalkannya tatkala terjadinya, sebagai mana yang mereka tanyakan kepadanya, “Sesungguhnya besok kami akan bertemu dengan musuh dan kami tidak menpunyai pisau, apakah kami boleh menyembelih dengan bambu?,dan Hudzaifah pernah bertanya tentang fitnah dan apa yang harus dilakukan ketika terjadinya.

Maka hadits ini yaitu sabdanya, ” biarkanlah apa yang aku tinggalkan kepada kalian ......, menunjukan dibencinya banyak pertanyaan dan tercelanya, akan tetapi sebagian manusia menyangka larangan tersebut Khusus pada zaman Nabi SAW karena pada waktu itu khawatir diaharamkannya sesuatu yang beluk diharamkan atau diwajibkannya sesuatu yang bisa memberatkan dan setelah wafatnya beliau shallallahu ‘alaihi wa salam kekhawatiran itu hilang.

Akan tetapi di bencinya banyak pertanyaan bukan hanya itu sebabnya, bahkan ada sebab lain, yaitu sebagaimana yang di isyaratkan Ibnu ‘Abbas..dengan perkatakaanya:”Tunggulah!!, apabila al Qur’an turun, maka sesungguhnya tidaklah kalian bertanya tentang sesuatu kecuali kalian akan mendapatkan penjelasanya.. .maka ketika itu tidak perlu bertanya tentang sesuatu, apalagi sebelum terjadinya dan diperlukan, hanya saja yang sangat di perlukan adalah memehami apa yang di kabarkan Allah dan RasulNya, kemudian mengikuti dan mengamalkannya, kadang-kadang Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, ditanya dengan beberapa pertanyaan kemudian beliau mengarahkannya kepada al-Qur’an sebagai mana Umar bertanya kepadanya tentang kalalah*, kemudian beliau menjawab, “Cukuplah bagimu Ayat Shaif .
Hadits ini juga menunjukan bahwa menyibukan diri dengan mengerjakan perintah dan menjauhi larangannya akan menyibukan kita dari pertanyaan.

Ibnu Utsaimin berkata:” Maka pada Zaman Nabi shallahu ‘alaihi wa salam tidak layak bertanya tentang sesuatu yang didiamkan oleh karena itu dia bersabda, “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan kepada kalian.... adapun pada Zaman kita setelah Wahyu terputus dengan wafatnya Nabi SAW maka bertanyalah, bertanyalah tentang segala sesuatu yang diperlukan, karena sekarang perkara agama sudah tetap tidak ada penambahan maupun pengurangan.., bahkan wajib bagi setiap manusia untuk memahami ilmu agama Allah Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa siapa yng dikehendaki kebaikan oleh Allah maka dia akan dipahamkan dalama agama.”(HR.al-Bukhari dalam kitabul ‘ilmi dan Muslim dari Mu’awiyah)

Kemudian beliau Shalallahu’alaiahi wa salam bersabda, “dan apabila aku melarang dari sesuatu maka jauhilah,!!dan apa bila aku memerintahkan dengan suatu perintah maka lakukanlah sekemampuanmu.” Maka Beliau memberikan keumuman didalam masalah larangan dan memberikan kekhususan dalam perintah (maksudnya dalam masalah larangan tidak memakai kata tinggalkanlah semampumu, akan teapi tinggalkanlah, maka ini yang dimaksud umum-red).

Adapun dalam masalah larangan beliau besabada, “dan apa-apa yang aku larang maka tinggalkanlah’ , yakni apapun yang dilarang oleh Rasulullah ‘alaihis-shalatu was-salam terhadap kita maka kita harus menjauhinya, yang demikian itu karena suatu yang dilarangan adalah sifatnya ditinggalkan, maka larangan adalah perintah untuk meninggalkan, dan meninggalkan sesuatu itu bukan suatu yang sulit, setiap manusia mampu untuk meninggalkan sesuatu dan tidak ada kesulitan serta madharat baginya, hanya saja hal ini muqayad( terikat) dengan darurat, apabila seseorang terpaksa karena darurat untuk memakan suatu yang haram dan ketika itu tidak ada makanan selain itu dan dengan hal tersebut daruratnya bisa hilang maka hal tersebut menjadi boleh -sebagai mana yang telah dimaklumi-red, maka apabila terdapat suatu darurat untuk memakan suatu yang haram yang menyebabkan hal yang haram tersebut menjadi halal karena darurat, maka hal ini bisa dilakukan apabila memenuhi dua syarat: pertama: adalah tidak ada yang bisa meng hilangkan darurat tersebut kecuali hal itu, kedua: hal tersebut hendaknya bisa menghilangkan darurat tersebut.

Maka dengan dua syarat tadi bisa kita ketahui bahwa tidak ada darurat terhadap obat yang diharamkan, yakni jika ada obat akan tetapi haram maka hal tersebut tidak boleh..., karena: Pertama, bisa jadi penyakit tersebut sembuh dengan sebab yang lain yang bukan haram, bisa kesembuhan langsung dari Allah, atau dengan doa atau dengan ruqiyah dan obat yang lain. Kedua, dia tidak ditas keyakinan apabila berobat dengan obat tersebut akan sembuh.

Syaihk Salim bin ‘id al Hilaly berkata: (Dalam hadist ini terdapat) perintah untuk untuk meninggalkan pertanyaan tentang sesuatu yang belum terjadi karera dikawatirkan dengannya turun suatu kewajiban atau suatu perintah yang harus(ketikan masa turunya wahyu), karena banyak bertanya akan menghantarkan kepada sulitnya permasalah dan banyaknya permasalahan yang akan membuka pintu Syubhat yang menghantarkan kepada banyak ikhtilaf dan menghantarkan kepada kecelakaan.

Faidah –Faidah dari hadist tersebut:

1.Wajibnya meninggalkan segala sesuatu yang dilarang apa bila larangan tersebut ditekankan, karena tidak ada kesulitan untuk meninggalkanya, dan karan larangan tersebut bersifat umum.

2.mengerjakan suatu perintah terkadang ada suatu kesulitan , oleh karena itu pertanya tersebut sesuai dengan kemampuan.

3 Hendaknya menyibukan diri dengan sesuatu yang penting dan diperlukan secara mendesak pada saat itu juga, daripada menyibukan dengan sesuatu yang belum diperlukan.

4.hendaknya seorang muslim mencari apa yang dikabarkan dari Allah dan RasulNya kemudian bersungguh untuk memahaminya, dan tunduk mengikutinya sesuai dengan apa yang maksud oleh Allah, kemudian menyibukan diri beramal dengan hal tersebut, maka apabila itu termasuk perkara-perkara ilmiah maka benarkanlah dan yakinilah hakikatnya, dan apabila hal tersebut termasuk amaliyah maka keluarkanlah segala kemampuan untuk merealisasikanya (mengamalkannya).

*kalalah adalah apabila mayit meninggalkan harta warisan namun dia tidak mempunyai anak maupun bapak dan dia memiliki sudara dari bapa dan dari ibu. lihat tafsir Katsir 1/789, tentang tafsir surat An-Nisa ayat176, juga lihat Kitab al mawarist oleh Muhammad Ali Ash-Shobuni pada pembahasan tentang Kalalah.

Sumber:
1.Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, oleh Ibnu Rajab Al Hanbali, jilid 1/hal,238-244.
2.Syarh Riyadhlush-Shalihin min kalami sayidil Mursalin, oleh Muhamamad bin Shalih al ‘Utsaimin, Babul Amru bil Muhafazhah 'Alas-sunnah wa Adabiha,Jilid 1/415-417.
3.Bahjatun Naadzhirin Syarh Riyadhus-Shalihin, oleh Salim bin ‘Ied al Hilaly. Jilid,1/236-237.

Disusun oleh:Galih Abu Jabal As-sundawy As-Sunny

Diposting Dari alsofwah.or.id
Aqidah :
Islam, Iman Dan Ihsan
oleh : Izzudin Karimi



Islam berasal dari kata aslama yang berarti masuk ke dalam kedamaian, berserah diri kepada Allah dan masuk ke dalam agama Islam. Secara istilah Islam berarti berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkannya dan tunduk kepadaNya dengan mengikuti ajaran rasulNya Muhammad saw.

Allah Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah adalah Islam.” (Ali Imram: 19).

Nabi saw menafsirkan Islam dengan amalan-amalan lahir yang tercantum dalam rukun Islam yang lima seperti dalam hadits Jibril.

Iman artinya membenarkan. Secara syar'i adalah keyakinan dalam hati, ikrar dengan lisan dan pembuktian dengan anggota badan.

Nabi saw menafsirkan Islam dengan amalan-amalan batin yang tercantum dalam rukun iman yang enam seperti dalam hadits Jibril.

Ihsan adalah berbuat kebaikan baik kepada orang lain maupun kepada diri dengan memperbaiki perbuatan.

Nabi saw telah menjelaskannya,

Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihatNya. Jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihatmu.”

Agama Islam meliputi tiga tingkatan tersebut berdasarkan pertanyaan Jibril kepada Nabi saw di hadapan para sahabat dan Nabi saw menjawabnya. Setelah Jibril berlalu Nabi saw bersabda, “]i]Itu adalah Jibril, dia datang untuk mengajarkan agama kalian.”

Keumuman dan kekhususan di antara ketiganya

Islam dan iman, jika keduanya disebut secara terpisah maka yang lain termasuk ke dalamnya, tidak ada perbedaan di antara keduanya. Perbedaannya terjadi jika keduanya disebut secara bersamaan. Islam untuk amalan-amalan lahir dan iman untuk amalan-amalan batin seperti dalam hadits Jibril.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan sisi keumuman dan kekhususan di antara ketiganya, “Ihsan lebih umum dari sisi dirinya sendiri namun ia lebih khusus dari sisi orang-orangnya daripada iman. Iman lebih umum dari sisi dirinya sendiri dan lebih khusus dari segi orang-orangnya daripada Islam. Ihsan mencakup iman, dan iman mencakup Islam. Para muhsinin lebih khusus daripada mukminin, dan para mukminin lebih khusus dari para muslimin.”

Dari sini maka para ulama muhaqqiq mengatakan bahwa setiap mukmin adalah muslim, karena sesungguhnya siapa yang telah mewujudkan iman maka secara otomatis akan melaksanakan amalan-amalan Islam. Namun tidak setiap muslim itu mukmin sebab bisa jadi imannya sangat lemah sehingga iman dalam bentuk yang sempurna tidak terwujud, walaupunn dia tetap menjalankan sebagian dari amalan-amalan Islam, dia muslim namun bukan mukmin dengan iman yang sempurna.

Allah Ta'ala berfirman, “Orang-orang Arab badui itu berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah, ‘Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'Kami telah Islam.” (Al-Hujurat: 14).

Kesimpulannya, tingkatan agama adalah Islam, iman dan Ihsan. Urutan derajatnya, ihasan adalah yang tertinggi kemudian iman kemudian Islam. Wallahu a'lam.

Diposting Dari alsofwah.or.id

Pengertian Aqidah

Oleh: Farid Achmad Okbah

Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia adalah
suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan.

Aqidah menurut terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada
Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan
kepada takdir Allah baik dan buruknya. Ini disebut Rukun Iman.
Dalam syariat Islam terdiri dua pokok utama.

Pertama: Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-cara
perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas.

Kedua: Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah disebut
sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya
bergantung yang pertama.

Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua,

Pertama: Ikhlas karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar.

Kedua: Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Ini disebut amal sholeh. Ibadah yang memenuhi
satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah
SAW tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor
manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi
dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi
110 yang artinya: "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam beribadah kepada Tuhannya."

Diposting Dari aldakwah.org

Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah

Oleh: Farid Achmad Okbah

Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat
fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai
kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa
arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti.
Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya:

1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian
dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang
aqidah yang benar.

2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah
yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan
menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya: "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa
yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka
akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk."

3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi
yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh
panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.

4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang
sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau
dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan.

Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara
dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar
dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu
pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan
para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya: "Dan jangan pula sekali-kali
kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan
Nasr."

5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajaran Islam disebabkan silau terhadap
peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir
dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima
tingkah laku dan kebudayaan mereka.

6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga
anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan
yang artinya: "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua
orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya"
(HR: Bukhari).

Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan
dipengaruhi oleh acara / program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan
lain sebagainya.

7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan
seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran
agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak
maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya
secara besar-besaran.

Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh
negatif dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan
Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai
kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman
dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya:

"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka
itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu:
Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh.
Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."

Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya: "Barangsiapa
yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan."

Diposting Dari aldakwah.org

Totalitas Ibadah

Oleh: Imron Zabidi, MA, M.Phil

Risalah utama yang diberikan oleh Allah kepada para Rasul untuk disampaikan kepada umat manusia adalah tauhid kepada Allah dan ibadah kepada-Nya. Allah SWT berfirman:

"Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun kepada kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Aku maka sembahlah Aku" (QS. Al-Anbiya: 25).


Tauhid yang diartikulasikan dalam ungkapan Tiada Tuhan selain Allah merupakan landasan akidah bagi ibadah kepada Allah sehingga ibadah dalam implementasinya tidak terkontaminasi dengan berbagai bentuk syirik dan hanya diperuntukkan bagi Allah SWT.
Ibadah juga merupakan salah satu karakteristik orang yang bertaqwa lantaran ibadah inilah yang menjadi tujuan diciptakannya manusia:

"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah" (QS. Al-Dzariyat: 56).

Ayat Alqur'an diatas sekalipun ungkapannya pendek ,akan tetapi mengandung sebuah hakekat yang amat besar penting. Karena kehidupan manusia di muka bumi ini tidak akan menjadi benar dan mapan tanpa memahami hakekat itu dengan benar, baik dalam kehidupan pribadi atau sosial, bahkan dalam kehidupan manusia secara keseluruhan. Hakekat tersebut adalah ibadah kepada Allah swt.

Dalam perspektif Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ibadah diartikan sebagai segala sesuatu yang diridoi Allah swt dalam bentuk ucapan dan perbuatan lahir atau batin. Pengertian ini mencakup shalat, puasa, zakat, haji, menunaikan tugas, berbuat baik kepada orang tua,silaturrahmi, amar ma'ruh nahi munkar, berjuang mempertahankan agama, bersikap baik dengan tetangga, anak yatim, fakir miskin dan amalan-amalan lainnya.

Dari uraian diatas bisa difahami bahwa ibadah tidaklah sekadar mencakup salat, puasa dan semisalnya. Tetapi ibadah meliputi totalitas kehidupan manusia, baik sisi ekonomi, sosial, pokitik, budaya dn lainnya. Bahkan lebih dari itu, dalam pandangan Islam, amalan-amalan mubah, seperti makan, minum, tidur, rekreasi dan sebagainya bisa berubah menjadi amal ibadah manakala amalan tersebut dilakukan guna mencari keridoan Allah swt dan tidak dicampurbaurkan dengan kemungkaran. Dengan memasukan segala aspek kehidupan manusia kedalam ibadah, maka seorang muslim bias mempersembahkan segenap hidupnya untuk beribadah kepada Allah swt.

"Katakanlah sesungguhnya salatku, ibadahmu, hidupku dan matiku semata untuk Allah Dzat Penguasa alam semesta" (QS. Al-An'am: 162).

Dari sinilah, maka predikat ahli ibadah bisa dan harus diraih oleh setiap muslim dari segala profesi dan lapisan dalam masyarakat, oleh rakyat atau pejabat,ilmuan atau ustadz, tua atau muda, pria atau wanitadan si kaya atau si papa.

Dampak Salah Faham

Salah faham terhadap konsep ibadah yang komprehensif tersebut, misalnya dengan mengartikan ibadah hanya pada ibadah ritual semata seperti salat dan puasa mengakibatkan kerugian terhadap diri manusia karena ia tidak bisa menjadikan segenap hidupnya untuk beribadah kepada Allah swt.

Di sisi lain, dengan mengartikan ibadah pada ibadah ritual semata, berdampak pada pemisahan kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya dan sisi-sisi lain seorang muslim, jauh dari tuntunan agama. Seakan sisi-sisi tersebut tidak memerlukan tuntunan agama, padahal Islam mengatur segala sisi kehidupan manusia.

Makanya, tidaklah heran manakala kita menyaksikan banyak kasus yang menyedihkan, dimana banyak orang rajin melakukan salat, puasa, haji bahkan lebih dari satu kali serta tekun melakukan salat-salat sunah, akan tetapi manakala ditengok kehidupan sosial, politik dan ekonominya, ia jauh dari tuntunan agama.

Dalam berinteraksi dengan tetangga dan kerabat kerja, ia bersikap kasar. Dengan sesama muslim, ia tidak mengikuti jejak para sahabat yang keras terhadap orang kafir dan sayang terhadap sesamanya, tetapi sebaliknya keras terhadap sesama muslim apalagi yang tidak sefaham, tetapi bersikap sayang dan hormat terhadap orang-orang kafir.

Dalam mencari rizki, ia seringkali menghalalkan segala cara, ia tak peduli dengan makanan yang dikonsumsinya, apakah diperoleh dengan cara halal atau haram, yang penting baginya adalah empat sehat lima sempurnya. Unsur halal tidak pernah menjadi pertimbangannya. Dalam kehidupan politik, ia tidak memiliki kemauan untuk mengadopsi kepentingan Islam dan kaum muslimin yang merupakan kewajiban setiap muslim dan bahkan menjadikan non muslim sebagai pemimpinnya.

Dampak lain dari salah faham terhadap konsep ibadah adalah ketidak pedulian terhadap lingkungan. Seorang muslim yang melihat ibadah hanya terfokus pada ibadah ritual semata seringkali tidak memperhatikan dan tidak melihat bahwa umat Islam sekarang ini tengah dalam gempuran budaya, informasi dan ghazwul fikri atau serangan pemikiran dari berbagai penjuru dunia yang berseberangan dengan tuntunan Islam, baik itu lewat media elektronik atau media cetak.

Kondisi seperti ini mengakibatkan banyak diantara kita, anak-anak, kawula muda dan bahkan orang tua yang tidak mengenal tuntunan agamanya dengar benar dan memadai. Banyak diantara kita yang lebih dekat dengan majalah hiburan dari pada Alqur'an, banyak yang lebih mengenal bintang sinetron yang berperilaku bebas dari pada sirah atau sejarah Rasulullah saw dan para sahabatnya sebagai pembawa risalah Islam. Maka tidaklah heran banyak diantara generasi muda dan tua terpuruk kedalam kubangan dekadensi moral dalam berbagai bentuknya.

Perjudian, narkoba dan prostitusi merajalela dimana-mana, seakan sudah menjadi gaya hidup yang harus diterima secara wajar. Sementara seks bebas dan aborsi dilakukan dengan enteng dan gampang. Ribuan bayi yang diaborsi selama setahun terahir ini benar-benar membuat bulu roma kita merinding.

Celakanya, tak sedikit diantara umat Islam yang melatih putra-putrinya masuk ke dalam perangkap budaya negatif dengan membiarkan anak-anak mereka berpakaian ketat dan terbuka atau mendorong anaknya jadi anak gaul dalam pengertiannya yang negatif.

Bahkan terkadang ada orang tua yang tidak senang kepada anaknya yang mengaplikasikan ajaran Islam secara baik dan benar. Prilaku yang demikian merupakan salah satu sebab yang menjadikan umat Islam dalam posisi lemah dan tidak berbobot dalam panggung masyarakat dunia. Sejarah membuktikan, bahwa umat Islam akan jaya dan maju manakala mereka menjalankan tuntunan agamanya dengan benar dan komprehnsif. Sebaliknya, umat Islam akan mundur dan hancur apabila mereka jauh dari ajaran agamanya. Namun demikian banyak umat Islam yang bersikap masa bodoh dengan segala kelemahan dan keterpurukan yang menimpa umat Islam.

Merekapun seringkali bersikap masa bodoh terhadap kemungkaran yang merajalela lewat berbagai sarana yang main hari makin canggih. Mereka cukup puas dengan salat dan puasa. Seakan ibadah hanya boleh hidup dalam mesjid saja. Sedangkan di luar mesjid, dipasar, di kantor,di media massa, ibaadah tidak memiliki tempat baginya, bahkan terkadang mereka menjadi pendukung kemungkaran. Apabila kondisi seperti ini menguasai keadaan, maka kita menunggu apa yang telah diprediksikan oleh Rasulullah saw dalam salah satu haditsnya seperti yang diriwayatkan oleh Zainab ra, isteri Rasulullah saw, bahwa pada suatu hari Rasulullah saw datang kepadanya dengan wajah sedih dan bertutur:

"Celaka bagi orang Arab karena kejahatan yang dilakukannya. Nanti, pada suatu saat mereka pasti akan mengalami kehancuran."

Lalu Zainab bertanya: Apakah semua akan dihancurkan, sedangkan diantara mereka ada yang tetap saleh?

Rasulullah saw menjawab: ya, apabila kefasikan dan kejahatan mereka sudah merata dan orang Islam sudah tidak lagi melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar'.

Di tengah arus globalisasi yang begitu dahsyat yang membawa nilai-nilai positif dan negatif, upaya pemeliharaan dan peningkatan komitmen seorang muslim terhadap ibadah kepada Allah swt sebagai tugas utamanya bukanlah hal yang mudah.

Ia memerlukan kesabaran yang prima dan lingkungan yang kondusif yang mendukungnya, sehingga ia bisa tetap eksis dan hidup dengan keimanannya yang aktif dan dinamis yang buah positifnya memancar dalam kehidupan keseharian, dan ia tetap berpegang teguh bahkan bangga dalam mengikuti ajaran dan sunnah Rasulullah saw sehingga ia berhak memperoleh predikat orang yang berbahagia dalam pandangan Rasulullah saw sebagaimana disabdakan oleh beliau:

"Berbahagialah orang yang melihatku dan beriman kepadaku dan berbahagialah, berbahagialah dan berbahagialah orang yang tidak melihatku tetapi beriman kepadaku."

Diposting Dari aldakwah.org

Faedah Mempelajari Aqidah Islamiyah

Oleh: Farid Achmad Okbah

Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak, maka
kesempurnaannya tidak diragukan lagi. Berbeda dengan filsafat yang merupakan
karya manusia, tentu banyak kelemahannya. Makanya seorang mu'min harus yakin
kebenaran Aqidah Islamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan tindakannya
yang akan menjamin kebahagiannya dunia akherat. Dan merupakan keserasian antara
ruh dan jasad, antara siang dan malam, antara bumi dan langit dan antara ibadah
dan adat serta antara dunia dan akherat.
Faedah yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah Islamiyah adalah:

1. Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya kekuasaan, harta,
pimpinan maupun lainnya.

2. Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun duka.

3. Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki, terhadap jiwa, harta,
keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh tawakkal
kepad Allah (outer focus of control).

4. Aqidah memberikan kekuatan
kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada Allah dan ridho terhadap
segala ketentuan Allah.

5. Aqidah Islamiyah adalah
asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya,
antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih
dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT.

Diposting Dari aldakwah.org